Tuntunan Ringkas Salat Gerhana

  Islam mengajarkan bahwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan adalah peristiwa astronomi ya TUNTUNAN RINGKAS SALAT GERHANA

Islam mengajarkan bahwa Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan adalah peristiwa astronomi yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, tidak berhubungan dengan nasib buruk seseorang atau sebuah negara. Sejumlah insiden Gerhana Matahari sudah terjadi di Indonesia, baik Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Sebagian, Gerhana Matahari Cincin, Gerhana Bulan Total, maupun Gerhana Bulan Sebagian. Peristiwa gerhana tersebut harus disikapi secara ilmiah dan dituntunkan untuk berzikir lewat salat gerhana.

1.Dasar Salat Gerhana
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَسَفَتِ الشَّمْسُ فَأَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً فَنَادَى أَنِ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ … … … ثُمَّ تَشَهَّدَ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ فِيهِمْ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ فَأَيُّهُمَا خُسِفَ بِهِ أَوْ بِأَحَدِهِمَا فَأَفْزَعُوا إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِذِكْرِ الصَّلاَةِ [رواه النسائي] .
Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari lalu Rasulullah saw menyuruh seseorang menyerukan aṣ-ṡalātu jāmi‘ah. Kemudian orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka. Beliau bertakbir …., kemudian membaca tasyahhud, kemudian mengucapkan salam. Sesudah itu dia bangkit di hadapan jamaah, kemudian bertahmid dan memuji Allah, kemudian bersabda: Sesungguhnya Matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana alasannya adalah mati atau hidupnya seseorang, akan namun keduanya yaitu dua dari gejala kebesaran Allah. Oleh alasannya adalah itu bila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir lewat salat [H.R. an-Nasāī].

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاءَةِ اْلأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ -وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ- ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ اْلأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلاَةِ [رواه مسلم].
Dari ‘Aisyah, istri Nabi saw, (diriwayatkan) ia berkata: Pernah terjadi gerhana Matahari pada abad hidup Nabi saw. Lalu dia keluar ke mesjid, kemudian bangkit dan bertakbir dan orang banyak berdiri bersaf-saf di belakang beliau. Rasulullah saw membaca (al-Fatihah dan surah) yang panjang, lalu bertakbir, lalu rukuk yang usang, lalu mengangkat kepalanya sambil mengucapkan sami‘allāhu li man ḥamidah, rabbanā wa lakal-ḥamd, kemudian berdiri lurus dan membaca (al-Fatihah dan surah) yang panjang, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir kemudian rukuk yang usang, tetapi lebih pendek dari rukuk pertama, kemudian mengucapkan sami‘allāhu li man ḥamidah, rabbanā wa lakal-ḥamd, lalu beliau sujud. Sesudah itu pada rakaat terakhir (kedua) beliau melakukan seperti yang dilakukan pada rakaat pertama, sehingga final menjalankan empat rukuk dan empat sujud. Lalu Matahari jelas (lepas dari gerhana) sebelum ia simpulan salat. Kemudian sesudah itu beliau berdiri dan berkhutbah kepada para jamaah di mana ia mengucapkan pujian terhadap Allah sebagaimana layaknya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya Matahari dan Bulan yakni dua dari gejala kebesaran Allah, dan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kau melihatnya, maka segeralah salat [H.R. Muslim].

2.Waktu Salat Gerhana dan Orang yang Dapat Mengerjakannya
Salat gerhana dilakukan pada dikala terjadi gerhana hingga dengan usai gerhana, baik pada dikala gerhana Matahari maupun gerhana Bulan, pada gerhana total atau gerhana sebagian. Apabila gerhana usai sementara salat masih ditunaikan, maka salat tetap dilanjutkan dengan memperpendek bacaan.

Orang yang mampu melakukan salat gerhana adalah mereka yang mengalami gerhana atau berada di tempat yang dilintasi gerhana. Orang yang berada di tempat yang tidak dilintasi gerhana tidak dituntunkan menjalankan salat gerhana. [sumber: Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 19 Tahun 2008]

Namun dalam perkara gerhana penumbral, tidak disunahkan melakukan salat gerhana bulan. Hal ini karena pada gerhana penumbral piringan bulan terlihat utuh dan bulat, tidak tampak ada bagian yang terpotong, hanya cahaya bulan sedikit redup dan kadang kala orang tidak mampu membedakannya dengan tidak gerhana.

Pada dasarnya, salat gerhana bulan mampu dilaksanakan pada saat gerhana bulan sebagian mulai sampai dengan saat gerhana bulan sebagian berakhir. Untuk gerhana bulan yang terjadi pada hari Rabu, 14 Syawal 1442 H/26 Mei 2021 M yang akan tiba, salat gerhana dapat dilaksanakan sesudah Magrib atau setelah Isyak sesuai dengan waktu terjadinya gerhana dan waktu salat di kota masing-masing. Sebagai teladan di Merauke, gerhana sebagian mulai sekitar pukul 18.44 WIT, sementara waktu salat Magrib sekitar pukul 17.28 WIT dan waktu Isyak sekitar pukul 18.42 WIT, sehingga salat gerhana gres dapat dijalankan setelah salat Isyak hingga dengan selesai gerhana sebagian pukul 21.52 WIT. Adapun di Makassar, gerhana sebagian mulai sekitar pukul 17.44 WITA, beberapa waktu Magrib sekitar pukul 17.57 WITA dan waktu Isyak sekitar pukul 19.10 WITA, sehingga salat gerhana mampu dilakukan sehabis salat Magrib atau sehabis salat Isyak sampai dengan simpulan gerhana sebagian pukul 20.52 WITA. Sedangkan di Medan, gerhana sebagian mulai sekitar pukul 16.44 WIB, beberapa waktu Magrib sekitar pukul 18.33 WIB dan waktu Isyak sekitar pukul 19.48 WIB, sehingga salat gerhana hanya mampu dikerjakan setelah salat Magrib sampai dengan akhir gerhana sebagian pukul 19.52 WIB atau sampai dengan waktu Isyak.

3. Tata Cara Salat Gerhana
Salat gerhana dilakukan secara berjamaah, tanpa adzan dan iqamah. Dilaksanakan dua rakaat, pada setiap rakaat melaksanakan rukuk, qiyam dan sujud dua kali. Salat gerhana boleh dijalankan di tanah lapang ataupun di masjid. Urutan metode salat gerhana yakni selaku berikut:
a.Imam menyerukan aṣ-ṣalātu jāmi‘ah.
b.Takbiratulihram.
c.Membaca doa iftitah.
d.Membaca taawuz, basmalah lalu membaca surah al-Fatihah dan surah panjang* dengan jahar.
e.Rukuk, dengan membaca tasbih yang lama.
f.Mengangkat kepala dengan membaca sami‘allāhu li man ḥamidah, makmum membaca rabbanā wa lakal-ḥamd.
g.Berdiri tegak, kemudian membaca al-Fatihah dan surah panjang* namun lebih pendek dari yang pertama.
h.Rukuk, sambil membaca tasbih yang lama namun lebih singkat dari yang pertama.
i.Bangkit dari rukuk dengan membaca sami‘allahu li man hamidah, rabbana wa lakal-hamd.
j.Sujud.
k.Duduk di antara dua sujud.
l.Sujud.
m.Bangkit dari sujud, berdiri tegak menjalankan rakaat kedua mirip rakaat pertama tanpa membaca doa iftitah.
n.Salam.
o.Setelah salat, imam bangun menyampaikan khutbah satu kali yang berisi hikmah serta perayaan terhadap gejala kekuasaan Allah serta mengajak memperbanyak istigfar, sedekah dan banyak sekali amal kebajikan.

Keterangan:
*) : sesuai dengan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penularan Covid-19, hendaknya surah opsi yang dibaca tidak terlalu panjang